JABAR - Aktivis Nasional juga sebagai Dosen Universitas Pancasila Dian Assafri Nasa'i mengharapkan kekayaan laut yang di miliki Indonesia dikelola oleh ahlinya.
Dian memastikan jika kekayaan laut indonesia ditangan ahlinya akan mewujudkan kejayaan maritim Indonesia.
" Saya sangat menyakini jika laut kita dikelola oleh orang yang tepat, Indonesia bisa menjadi poros maritim Dunia", Ujar Dian Assafri kepada Indonesiasatu.co.id.
Mantan Plt.Ketua Umum DPP KNPI tersebut menyebutkan Indonesia banyak memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul dibidang maritim, salah satunya Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institute Pertanian Bogor (IPB) Prof.Dr.Ir. Rokhmin Dahuri yang telah menawarkan Konsep Kebijakan, Starategi dan Program Pembangunan Keanekaragaman Hayati (Biodiversity) Perairan Laut dan Tawar secara Ramah Lingkungan dan Berkelanjutan.
" Gagasan yang ditawarkan Prof Rokhmin Dahuri dalam acara Focus Group Discussion (FGD) yang bertema “Penjaringan Isu dan Solusi Pembangunan Berkelanjutan” di ruang Rapat Bappenas, Jakarta, pada Kamis, (26/01/2023), kemarin merupakan solusi untuk kejayaan maritim Indonesia", katanya.
Dalam acara tersebut, Prof. Rokhmin Dahuri menyampaikan konsep tentang Kebijakan, Strategi, dan Program Pembangunan Keanekaragaman Hayati (Biodiversity) Perairan Laut dan Tawar secara Ramah Lingkungan dan Berkelanjutan. Kegiatan ekonomi yang berlangsung di wilayah pesisir dan lautan, dan kegiatan ekonomi di darat (lahan atas) yang menggunakan SDA dan jasa-jasa lingkungan kelautan untuk menghasilkan barang dan jasa (goods and services) yang dibutuhkan umat manusia..
" Bapak Prof mengatakan ada 11 sektor ekonomi kelautan yang bisa dikembangkan meliputi perikanan tangkap, perikanan budidaya, industri pengolahan hasil perikanan, industri bioteknologi kelautan, ESDM, pariwisata bahari, perhubungan laut, industri dan jasa maritim, kehutanan pesisir (coastal forestry), sumber daya wilayah pulau-pulau kecil, dan SDA kelautan non-konvensional", jelasnya.
Menurut Prof.Total nilai ekonomi kesebelas sektor itu sekitar 1, 4 triliun dolar AS/tahun, hampir 1, 4 PDB Indonesia saat ini atau 8 kali APBN 2020, " kata Prof. Rokhmin Dahuri mengangkat tema “Cetak Biru Pemanfaatan Kehati Perairan Secara Inovatif, Ramah Lingkungan, Dan Berkelanjutan Menuju Indonesia Emas 2045”.
Potensi laut Indonesia sangat kaya. Prof menyebutkan, total potensi ekonomi sebelas sektor kelautan Indonesia 1, 348 dolar AS per tahun. Jumlah tersebut setara dengan lima kali lipat APBN 2021 (Rp 2.400 triliun = 190 miliar dolar AS) atau 1, 3 Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional saat ini.
" Sektor kelautan Indonesia berpotensi menyerap 45 juta tenaga kerja atau 40 persen total angkatan kerja Indonesia.
“Namun, potensi ekonomi yang besar itu belum dimaksimalkan sepenuhnya, maka dari itu saya menyarakan pemerintah untuk segara mengambil peluang ini dengan orang ahlinya” ucap Dian Assafri mengutif Prof Dahuri ketika menjadi salah satu Narasumber di acara FGD tersebut.
Pada 2014, kontribusi ekonomi kelautan bagi PDB Indonesia sekitar 20 persen. Negara-negara lain dengan potensi kelautan lebih kecil seperi Thailand, Korsel, Jepang, Maldives, Norwegia, dan Islandia, kontribusinya di atas 30 persen, ucap Prof. Rokhmin Dahuri.
Selain itu Prof Dahuri menjelaskan, ARLINDO yang secara kontinu bergerak bolak-balik dari S. Pasifik ke S. Hindia juga berfungsi sebagai “nutrient trap” (perangkap unsur hara, seperti nitrogen dan fosfor), sehingga perairan laut Indonesia merupakan habitat ikan tuna terbesar di dunia (the world tuna belt), memiliki marine biodiversity (keanekaragaman hayati laut) tertinggi di dunia, termasuk “Coral Triangle”, dan memiliki potensi produksi lestari (MSY = Maximum Sustainable Yield) ikan laut terbesar di dunia, sekitar 12, 5 juta ton/tahun (FAO, 2008; KKP, 2017).
“Sebagai bagian dari “Global Conveyor Belt” dan terletak di Khatulistiwa menjadikan Indonesia secara klimatologis sebagai pusat pengatur iklim dunia (El-Nino dan La-Nina) (NOAA, 1998), ” jelasnya.
Duta Besar Kehormatan Kepulauan Jeju dan Kota Metropolitan Busan, Korea Selatan itu mengungkapkan potensi produksi lestari (MSY) dan tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan Indonesia.
“Produksi perikanan tangkap (laut dan perairan umum) pada 2020 mencapai 7.70 juta ton, dan produksi perikanan budidaya (laut, tambak/payau dan perairan umum dan tawar) mencapai 14.85 juta ton, ” ujarnya.
Potensi Lestari SDI Laut untuk perikanan tangkap, saat ini potensi Lestari Sumber Daya Ikan Perairan Laut Indonesia menurut Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) total potensi lestari SDI Laut Indonesia mencapai 12, 54 juta ton, dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan/JTB sebesar 80% atau 10, 03 juta ton.
“Negara kita juga memiliki potensi besar perikanan tangkat dari perairan darat. Pada 2010-2018, produksi perikanan tangkap perairan darat terus meningkat (rata-rata 9, 1% per tahun), ” jelasnya.
Adapun untuk sub sektor perikanan budidaya, Prof Rokhmin Dahuri menegaskan bahwa potensi dan pemanfaatan lahan perikanan budidaya di Indonesia, peluang pengembangan lahan untuk kegiatan perikanan budidaya di Indonesia masih sangat leluasa. Indonesia juga sejak tahun 2009, merupakan peringkat ke-2 sebagai produsen akuakultur terbesar dunia.
“Pada 2011-2020, produksi perikanan tangkap laut terus meningkat (rata-rata 2, 1% per tahun). Mulai 2015 potensi SDI laut meningkat, namun tingkat pemanfaatan menurun, ” ujarnya.
Prof. Rokhmin Dahuri melanjutkan, Indonesia memiliki potensi produksi perikanan terbesar di dunia, sekitar 115, 63 juta ton/tahun, yang hingga kini baru dimanfaatkan sekitar 16%. Pada 2020 baru diproduksi (dimanfaatkan) sekitar 22, 55 juta ton atau 19, 5% total potensi produksinya.
”Artinya, peluang untuk meningkatkan pembangunan, investasi, dan bisnis di sub-sektor Perikanan Tangkap dan sub-sektor Perikanan Budidaya beserta segenap industri hulu (infrastruktur dan sarana produksi) dan industri hilirnya (industri pengolahan/manufaktur, pengemasan, dan pemasaran) masih sangat besar, ” kata Anggota Dewan Penasihat Ilmiah Internasional Pusat Pengembangan Pesisir dan Lautan, Universitas Bremen, Jerman itu.
Sejak 2009 Indonesia merupakan produsen akuakultur terbesar kedua dunia, hanya kalah dari China. Pada 2019 total produksi akuakultur - RI mencapai 16, 3 juta ton (13, 5% total produksi dunia), dimana 9, 9 juta ton berupa rumput laut. Sementara produksi akuakultur China di tahun yang sama mencapai 68, 4 juta ton (57% produksi dunia). Dan, produksi akuakultur India (peringkat-3 dunia) sebesar 7, 8 juta ton (6, 5% produksi global).
“Sebagai ilustrasi betapa fantastisnya potensi ekonomi akuakultur Indonesia adalah 3 juta ha lahan pesisir yang cocok untuk budidaya tambak udang Vaname. Bila kita mampu mengembangkan 500.000 ha tambak udang Vaname dengan produktivitas rata-rata 40 ton/ha/tahun (intensif-moderat), maka akan dihasilkan 20 juta ton atau 20 milyar kg udang setiap tahunnya, ” ungkapnya.
Hingga Triwulan III-2021, lanjutnya, produksi perikanan budidaya mencapai 12, 25 juta ton dengan dominasi masih dari komoditas Rumput Laut (58%). “Jika dibanding tahun 2020 pada periode yang sama, produksi perikanan budidaya hingga Triwulan III-2021 naik 6%, dimana kelompok ikan naik 36%, sementara rumput laut turun - 8%, ” ujar Menteri Perikanan dan Kelautan RI periode 2001-2004 Kabinet Gotong Royong itu.
Industri Bioteknologi Kelautan
Mengutip definiisi dari Lundin and Zilinskas (1995), menurut Prof. Rokhmin Dahuri, bioteknologi kelautan adalah teknik penggunaan biota laut atau bagian dari biota laut (seperti sel atau enzim) untuk membuat atau memodifikasi produk, memperbaiki kualitas genetik atau fenotip tumbuhan dan hewan, dan mengembangkan (merekayasa) biota laut untuk keperluan tertentu, termasuk perbaikan lingkungan.
Adapun Domain Bioteknologi Kelautan, terangnya, meliputi; Pertama, ekstraksi senyawa bioaktif (bioactive compounds/natural products) dari biota perairan untuk bahan baku bagi industri nutraseutikal (healthy food & beverages), farmasi, kosmetik, cat film, biofuel, dan beragam industri lainnya.
Kedua, Genetic engineering untuk menghasilkan induk dan benih ikan, udang, kepiting, moluska, rumput laut, tanaman pangan, dan biota lainnya yang unggul. Ketiga, Rekayasa genetik organisme mikro (bakteri) untuk bioremediasi lingkungan yang tercemar. Keempat, Aplikasi Bioteknologi untuk Konservasi.
“Sampai sekarang, pemanfaatan Bioteknologi Kelautan Indonesia masih sangat rendah (< 10% total potensinya). Selain itu, banyak produk industri bioteknologi kelautan yang bahan baku (raw materials) nya dari Indonesia diekspor ke negara lain dan negara pengimpor memprosesnya menjadi beragam produk akhir (finished products) seperti farmasi, kosmetik, dan healthy food and bevareges lalu diekspor ke Indonesia. Contoh: gamat, squalence, colagen, minyak ikan, dan Omega-3, ” Pungkasnya Dosen Kehormatan Mokpo National University Korea Selatan itu.
Dian Assafri berharap gagasan yang di tawarkan oleh Rokhmin Dahuri kepada Bapenas dapat diterima dan didukung oleh Presiden Jokowi.
" Saya sangat berharap gagasan dari seorang ilmuwan asal indonesia yang saat ini aktif di intansi beberapa dunia dapat diterima, agar misi presiden jokowi menjadikan Indonesia Poros maritim dunia dapat terwujud", Pungkasnya.***