BOGOR - Dialog Abraham Samad dalam sesi acara "Speak Up", dengan seorang ilmuwan/pakar, jika tak salah namanya Prof Hafidz, opininya beredar di medsos, sangat menarik perhatian kita karena mencengangkan, apa iya?. Pakar tersebut menarasikan bahwa Bank Dunia (World Bank) memperkirakan Indonesia akan bubar, dan pendidikan orang Indonesia tidak bermutu, begitu yang sempat saya baca captionnya di layar whatsapp.
Saya sependapat dengan mas Irwanuddin (aktivis ICMI Pusat), hal itu perlu mendapat perhatian serius MPP ICMI, terutama yang menjadi tugas bagi mereka yang ahli (expert) dan berpengalaman melakukan kajian-kajian (studies) dan analisis oleh para Wankar Ikatatan Cendekiawan Muslim se Indonesia (ICMI), "besutan" almarhum bapak Prof.Bacharuddin Jusuf (BJ) Habibie, Ketum MPP ICMI pertama dan Presiden ke 3 Republik Indonesia.
Baca juga:
Kembalikan Bogor Sebagai Dayeuh Para Ulama
|
Jika perlu, diselenggarakan event akbar simposium atau seminar nasional (muzakarah) dengan tema besar "Apa benar Indonesia Menjadi Negara Gagal dan akhirnya NKRI bubar" ?.
Dengan topik ini para ilmuwan lintas disiplin ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) dan termasuk para ulama dan rohaniawan Islam (bergerak di aspek imtaq) yang berhimpun di ormas Islam ICMI, juga ikut memikirkan untuk memberikan jawaban atau solusi terhadap permasalahan rakyat, bangsa dan negara Indonesia Raya yang sama-sama kita cintai ini.
Apa, bagaimana dan mengapa, why ? NKRI akan menjadi negara gagal, ekstrimnya bubar sebagai yang diprediksi World Bank tersebut, sebagaimana diungkapkan seorang pakar itu ?
Menurut pendapat saya, ungkapan gag al dan bubar NKRI itu, diperlukan adanya kerja-kerja keilmuan dan kepakaran untuk melakukan "simulasi dan permodelan sistem dinamik" untuk menganalisis/mengkaji bebagai faktor (positif vs negatif), barang tentu menggunakan sejumlah variabel, melibatkan sejumlah pakar/saintis Indonesia yang berintegritas dan Pancasilais sejati.
Apa benar NKRI menjadi negara gagal ? Kapan, diprediksi tahun berapa bubarnya ? Sehingga the ruling party bisa mengantisipasi perubahan dan merestorasi diri untuk membangun tata kelola negara yang baik (good state governance).
Cara pandang (mindset) untuk merespon kompleksitas permasalahan bangsa dan negara ini, wajib dan harus berpikir menyeluruh (holistic) dari berbagai aspek dan sistemik melihat dari keterkatan berbagai variabel/faktor. Oleh karena itu, konsep dan teori sains permodelan dinamik dan simulasi, akan bisa memprediksi untuk "menjawab" persoalan-persoalan krusial negara-bangsa tersebut.
Kini sudah waktunya public policy negara Indonesia ini, rumusannya berdasarkan naskah akademik berbasis sciencetific-religous, integrasi imtaq dan ipteks, merujuk cara dan gaya kerja putra bangsa yang jenius bpk Teknologi Nasional, Prof Dr.Ing BJ Habibie,
Nampaknya hal ini sudah mendesek (urgent) untuk dikerjakan kajian dan analisis oleh MPP ICMI guna memproduk public policy seperti apa?, yang diharapkan bisa menyelamatkan negara ini dari "kebangkrutan dan keruntuhan" (collapse)
Sejumlah indikator dalam aspek ipoleksusbudhankam telah menunjuk gejala-gejala yang tidak mengembirakan, berbahaya dan mengancam keberlanjutan negara-bangsa (nation-state), NKRI.
Saya kira para ahli sistem permodelan dan simulasi cukup banyak kita miliki untuk segera melaksanakan tugas berat nan mulia ini. ICMI adalah wadah para ilmuwan, pakar dan intelektual berkumpul, sehingga tidaklah terlampau sulit menyelenggarakan muzhakarah, membicarakan nasib bangsa dan NKRI.
Terus terang kita cukup prihatin dengan bermunculan berbagai problematika dalam segala aspek: ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya dan pertahanan-keamanan (ipoleksusbudhankam), baik disengaja maupun tidak (by design and by accident) yang terus menerus mencuat pemberitaannya di publik. Hal ini akibat lemahnya kepemimpinan nasional, termasuk pimpinan daerah yang rakus, korup dan nepotistik, yang terkadang cukup menyentak pikiran dan mengganggu perasaan kita selaku Cendekiawan Muslim Indonesia.
Isu-isu strategis terakhir yg memilukan hati, menampar muka dan mencoreng wajah, antara lain kita bisa baca, temukan beritanya di Harian Umum (HU) terkemuka Kompas hari Jumat-Sabtu, tgl 10 dan 11 Pebruari 2023 kemaren. Adapun khabar buruk (badnews) beredar di massmedia adalah kondisi eksisting dunia pendidikan tinggi Indonesia begitu parahnya, perilaku bejat, tidak bermoral dan tidak beretika para aktor "dosen/guru besar" tengah berlangsung di perguruan tinggi kita, baik PTN maupun PTS di negeri ini.
Amat disayangkan lagi, hingga kini belum ada penjelasan resmi Pemerintah cq Kemendikbudristek RI tentang fenomena sosial yang buruk, apa dan mengapa bisa terjadi?, Jika ini dibiarkan, perbuatan jahat (kriminal) akan menjurus pada kehancuran martabat pendidikan tinggi Indonesia. Apa yang saya dan kita sebut "die off the end from Indonesia campus" ? Lonceng kematian perguruan tinggi (kampus) pun berdentang, dimana institusi pendidikan yang menjadi benteng dan tumpuan-harapan membangun peradaban bangsa yang kian meredup dan akhirnya bisa sirna dalam pola budaya masyarakat-bangsa di negeri ini.
Insan kampus di perguruan tinggi semakin menjauh dari watak atau jati diri seorang pendidik (guru), dimana moral dan etika dicampakan, tidak lagi menjadi unsur penting bagi pengembangan profesinya. Insan kampus kini terjebak dengan budaya liberal - kapitalistik, materialistik, pragmatis dan hidup bermegah-megahan (hedonistic), bahkan pimpinan PTnya berperilaku otoriter dan eksploitatif, doyan harta, tahta dan wanita (freesex). Nauzubillahi minzalik.
Mereka itu lupa bahwa profesi guru adalah menjadi manusia yang wajib ditiru dan digugu. Guru dimaknai sebagai sosok yang bisa dipercaya dan diteladani. Guru (dosen) adalah mata air tempat warga menemukan inspirasi kebaikan dan kebajikan dalam hidup umat manusia yang berkemajuan dan berkeadaban. Begitu mulia profesi guru dan dosen itu sebagaimana UU Nomor 14 thn 2005 ttg Guru dan Dosen, kok sekarang banyak dilanggar peraturan perundangan tersebut tanpa sanksi hukum.
Dalam sejarah kependidikan di negeri ini, bukan kali ini saja sosok guru, termasuk dosen dan guru besar (profesor) tercoreng dan posisi guru yang tinggi itu terhempas, jatuh ketitik nadir. Di perguruan tinggi pun berulang kali diwartakan terjadinya kasus-kasus amoral dan asusila seperti perjokian untuk seleksi jual beli "bangku" calon mahasiswa di kampus (simak kasus UNILA, Lampung, dimana Rektornya sedang diadili); perjokian untuk penulisan skripsi, tesis dan disertasi, dosen dan guru besar mendaku karya mahasiswanya dan plagiarisme oleh dosen, termasuk yang bergelar guru besar (Tajuk Rencana HU Kompas, 11 Pebruari 2023).
Lengkapnya harap baca koran Kompas "Calon Guru Besar terlibat Perjokian Karya Ilmiah" (10/02-2023) dan artikel Kompas berjudul." Usaha Perjokian Merajalela Bagai Pabrik Karya Ilmiah" (11/02-2023), hasil investigasi lapangan wartawan HU Kompas lengkap dengan data dan informasi yang sangat memalukan dan menghancurkan martabat kampus sebagai produsen keilmuan, kebenaran (moral-etik) dan keprofesian yang mulia dan terhormat negeri ini. Sehingga hal tersebut memperkuat pemikiran dan opini Bank Dunia bahwa Indonesia diperkirakan akan bubar, salah satu faktor penyebabnya dari 4 faktor adalah pendidikan orang Indonesia tidak bermutu.
Mereka tidak bisa bersaing masuk dalam sektor modern, akan tetapi mereka hanya terserap sektor informal. Dampak lain atas rendahnya mutu pendidikan, maka tenaga kerja asing (TKA) akan menyerbu masuk, bekerja di Indonesia. Fenomena ini, kian tampak dimana TKA China masuk di sektor pertambangan seperti yang tengah berlangsung, terjadi konflik sosial di Morowali, Sulawesi Barat dll.
Inilah salah satu fakta menunjukan gagalnya program MBKM (Merdeka Belajar, Kampus Merdeka by Nadiem Makarim) Kemendikbudristek RI, seperti yang diungkapkan artikel Darmaningtyas (Penasehat Persatuan Keluarga Besar Taman Siswa), yang berjudul "Lorong Gelap Pendidikan Nasional", harap dibaca HU Kompas tgl 10 Pebruari 2023, hal 6 bagian Opini.
Pemikiran-pemikiran yang terungkap, dinarasikan dalam artikel ini sudah sepatutnya menjadi perhatian dan kepedulian para Sahabat ICMI !
Ingat pesan AD dan ART ICMI, ICMI harus proaktif dalam memberikan solusi dalam public policy dan pemberdayaan sosial di dalam lingkungan masyarakat Indonesia.
Keterpaduan imtaq dengan ipteks yang dimiliki insan cendekia ICMI adalah asset dan modal sosial yang sangat patut didayagunakan untuk penyelamatan umat, rakyat, bangsa dan negara. Save umat, bangsa dan NKRI.
Syukron barakallah, Aamiin-3 YRA.
Penulis: Dr.Ir.H.Apendi Arsyad.MSi (Pendiri-Ketua Wanhat ICMI Orwilsus Bogor dan Wasek Wankar ICMI Pusat; Pendiri-Dosen Senior (Asosiate Profesor) Universitas Djuanda Bogor; Pegiat dan Pengamat Sosial)